TSO6BUz6BSC6TUO9TfW7GfCoTY==

BMKG: Hujan Lebat Ancam Wilayah RI Hingga 1 Agustus


INDONESIA SENTRIS | Jakarta--
 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meramalkan sejumlah daerah di Indonesia akan mengalami curah hujan yang tinggi. Prakiraan tersebut berlaku mulai dari tanggal 26 Juli hingga 1 Agustus 2024.

Kondisi tersebut dapat terjadi meskipun Indonesia sedang memasuki musim kemarau. Ini bukan disebabkan oleh fenomena La Nina yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

Perlu diketahui bahwa kedatangan La Nina di saat musim kemarau di Indonesia diharapkan dapat membantu mengurangi dampak dari musim kemarau tahun 2024. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya musim kemarau yang lebih basah di berbagai wilayah Indonesia.

"Sejumlah wilayah berpotensi diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang hingga awal Agustus mendatang," kata Deputi bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan di situs resmi, dikutip Senin (29/7/2024).

Dia menyebutkan, dalam sepekan ke depan, terdapat peningkatan potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia, khususnya Tengah hingga Timur.

"Mulai dari Aceh, Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Papua Selatan," papar Guswanto.

Dia menjelaskan, penyebab kondisi itu dipengaruhi oleh Gelombang Ekuator Rossby. Gelombang ini diperkirakan aktif di wilayah-wilayah tersebut.

"Aktivitas gelombang ini mendukung potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah itu. Selain itu, faktor pemanasan skala lokal memberikan pengaruh cukup signifikan dalam proses pengangkatan massa udara dari pemukaan bumi ke atmosfer," terang Guswanto.

Di saat bersamaan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan BMKG diketahui, dalam skala global, nilai IOD, SOI, dan Nino 3.4 tidak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia.

Begitu juga dengan Madden-Julian Oscillation (MJO) berada pada fase netral, tidak berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani dalam keterangan yang sama. Dia menambahkan, sirkulasi siklonik terpantau di Samudera Pasifik sebelah utara Papua.

Sirkulasi Siklonik in, lanjutnya, membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Samudera Pasifik sebelah utara Papua. Daerah konvergensi lainnya terpantau di Perairan barat Sumatra Utara dan Sulawesi bagian tengah. Daerah konfluensi terpantau di wilayah Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik sebelah utara Papua.

"Terpantau terjadi peningkatan hingga lebih dari 25 knot di Laut Andaman, Samudera Hindia barat daya Banten, dan Laut Arafuru, yang mampu meningkatkan tinggi gelombang di wilayah sekitar perairan tersebut," papar Andri.

Selain itu, labilitas Lokal Kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, NTT, Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Selatan.

"Secara umum, kombinasi fenomena-fenomena cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi cuaca signifikan dalam periode 26 Juli - 1 Agustus 2024," sebutnya.

"Angin kencang juga berpotensi terjadi di wilayah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat," ujar Andri.

Di sisi lain, imbuh dia, meski sejumlah wilayah diprediksi diguyur hujan selama sepekan ke depan, BMKG tetap mewanti-wanti pemerintah daerah dan masyarakat akan kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Alasannya, saat ini Indonesia tengah berada di puncak musim kemarau.

"Utamanya di wilayah langganan karhutla, yaitu di Pulau Sumatra dan Kalimantan yang memilki banyak kawasan gambut," kata Andri.

"Kepada masyarakat, kami imbau untuk menggunakan air dengan bijaksana dan hemat . Selain itu, hindari membuka lahan dengan membakar, terutama pada daerah hutan yang bertanah gambut karena mudah terbakar dan sulit dimatikan," tegasnya.

Fenomena La Nina Bakal Landa Indonesia

Sebelumnya, BMKG memprediksi, fenomena La Nina bakal melanda Indonesia mulai periode Agustus 2024. Yang diperkirakan dalam skala lemah.

BMKG pun menyatakan fenomena El Nino sudah berakhir. Indeks ENSO disebut berada pada kondisi Netral.

"Anomali SST di Nino3.4 menunjukkan ENSO Netral (indeks 0.11). Kondisi ini menunjukkan fenomena El Nino 2023/2024 telah berakhir dan berada pada kondisi Netral," demikian mengutip Hasil Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juli 2024 yang dipublikasikan BMKG, Rabu (23/7/2024).

"BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi kondisi Netral berpotensi menuju La Nina mulai periode Agustus 2024," tulis BMKG.

Lalu, apa itu ENSO dan La Nina?

Mengacu situs resmi BMKG, ENSO adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.

Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.

Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.

Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.[]

Komentar0

Type above and press Enter to search.